Al-Aini (702 – 855 H)



Sang Qadhi nan Sufi
Al-Aini, yang mempunyai nama asli Badruddin bin Ahmad bin Musa bin Ahmad ini lahir pada bulan Ramadhan tahun 702 H, selang empat tahun sebelum kelahiran Imam al-Maqrizi, di sebuah negara kecil yang bernama Aintab yang terletak antara kota Halb dan Anthokiyah (Suriah).

Di sanalah al-Aini yang kelak menjadi hakim agung mulai mempelajari bahasa Arab dan filologi. Bahasa memang menjadi perhatian utamanya. Di samping memperdalam bahasa Arab, ia juga mempelajari bahasa Turki bahkan bisa menguasainya. Kendati demikian ilmu-ilmu lain juga tidak luput dari perhatiannya. Sebab ilmu bahasa tidak lain adalah alat, kunci pembuka ilmu-ilmu yang lain. Dalam hal ini Imam Suyuthi menuturkan: “al-Aini mempelajari ilmu fiqh, juga sibuk dengan ilmu-ilmu lain. Dan ternyata dia juga mahir bahkan menguasai ilmu tersebut”.


Posisi Al-Aini di Mesir
Imam al-Aini tiba di Kairo pada akhir abad ke-8 H yang kemudian memangku jabatan   penting, yakni sebagai pimpinan hisbah (jabatan yang berkenaan dengan amar ma'ruf   nahi munkar), yang sebelumnya jabatan ini dipegang oleh Syaikh Taqiyuddin al-Maqrizi. Pergeseran jabatan ini rupanya menimbulkan rasa tidak senan di hati Taqiyuddin   pada al-Ainy.

Jerih payah al-Aini mempelajari ilmu bahasa juga ilmu-ilmu lain, khususnya bahasa   Turki dirasakan manfaatnya setelah ia memangku jabatan tersebut. Seringkali ia dipanggil oleh Raja Barsibay yang tidak mahir berbahasa Arab untuk berdialog dan menjelaskan hukum-hukum fiqh dan hukum-hukum syariat. Dari kejadian ini iapun tergerak menerjemahkan kitab sejarah “Uqud al-juman fi tarikh ahl-zaman” karangannya  sendiri ke dalam bahasa Turki.

Dan hasil hubungan baiknya dengan para pembesar dan Raja-Raja Mamalik seperti   Faraj bin Barquq dan Asyrof Barsibay, menjadikannya orang yang mempunyai pengaruh besar pada jabatannya. Dan akhirnya pada masa Raja Barsibay, al-Aini memegang dua jabatan yaitu Alhisbah (menggantikan Taqiyuddin al-Muqrizi ) dan Qodli al-Qudlot al-Hanafiyyah selama 12 tahun berturut-turut. Dalam hal ini al-Sakhowi menuturkan   bahwa sejak dahulu dalam sejarah administrasi di Mesir, tidak ada yang bisa merangkap jabatan seperti al-Aini.

Meskipun hubungan al-Aini dengan para raja dan penguasa sangat kokoh dan kuat,   namun tidak demikian halnya hubungannya dengan para ulama. Hubungan al-Aini   dengan mereka tidak di dasarkan pada kecocokan dan penghormatan timbal balik.  

Dalam hal ini Musthofa Zubadah berkomentar: "Boleh jadi kedekatan al-Aini dengan raja-raja dan penguasa adalah salah satu sebab dari ketidakcocokan yang   berkepanjangan antara hakim agung ini dengan al-Maqrizi dan Ibnu Hajar. Hal ini karena al-Aini sendiri adalah orang yang menggantikan kedudukan al-Maqrizi sebagai pimpinan hisbah. Adapun ketidakkecocokannya dengan ibnu Hajar adalah karena al-Ainy menukil banyak pendapat dan keterangan yang tertuang dalam kitab ibnu Hajar Fathul Bary, dan dia tidak segan menentang pendapat ibnu Hajar ''.

Lahiriyah boleh beda bahkan berseberangan atau bertentangan. Namun ada sisi   kesamaan antara ulama'-ulama' itu. Umat adalah obyek mereka melayani, membimbing   menuju Islam yang benar. Keilmuan dengan diwujudkan dalam bentuk belajar, mengajar dan berkarya adalah perhatian mereka yang utama. Kalau Ibn Hajar mempunyai syarah   Bukhori juga kitab-kitab yang lain, al-Aini juga banyak meninggalkan karya,   diantaranya; Syarh al-Syawahid, Syarh al-Ma'ani wa al-'Atsar, Syarh al-Hidayah, Syarh al-kanz, Syarh al-mujma', Syarh Duror al-Bihar, Thobaqoh al-Hanafiyah dan sebagainya.

Wafatnya al-Aini
Imam al-Aini wafat tahun 855 H dan dimakamkan di madrasahnya, di sekitar komplek   Azhar. Dan ini juga titik kesamaan antar ulama' bahkan semua manusia, kematian. Pada saat itulah ketulusan amal manusia yang hanya bisa menyelamatkannya. Pada saat itulah hanya satu qadhi, hakim yang memutuskan apakah diri termasuk golongan orang yang bahagia atau celaka. Dialah hakim yang Maha Agung Allah SWT.

Letak Geografi Masjid al-Aini.
Masjid al-Aini terletak di belakang masjid al-Azhar, akhir jalan Muhammad Abduh.   Masjid ini berbentuk memanjang 5x8 m. Di situ terdapat musolla dan ruangan yang   terdapat dua makam, yaitu makam al-Aini dan Ibnu Hajar al-Qastalany. Di belakang   masjid terdapat kamar kecil yang di atasnya terdapat asrama bagi murid murid al-Azhar. Dan masjid yang senantiasa mengingatkan imam agung ini mempunyai menara   bercirikan bangunan dinasti Mamalik.

Wallahu a’lam.

Title Post:
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Author: Unknown

Terimakasih sudah berkunjung di blog Kardian Success Line, Jika ada kritik dan saran silahkan tinggalkan komentar

0 komentar:

Post a Comment