Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah


Syaikhul Islam dilahirkan pada tanggal 10 Rabi’ul-Awwal 661 Hijriyah di Hurran di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam, lalu sang ayah membawanya pindah ke Damaskus pada tahun 667, tepatnya ketika bangsa Tartar mengambil alih kekuasaan. Maka Syaikhul-Islam tumbuh di sana. Ayah dan kakeknya merupakan ulama terkemuka pada masanya.
Ayahnya Syihabuddin bin Taymiyyah. Seorang Syaikh, hakim, khatib, ‘alim dan wara’. Kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taymiyyah Al-Harrani. Syaikhul Islam, Ulama fiqih, ahli hadits, tafsir, Ilmu Ushul dan hafidz.
Di Damaskus ia belajar pada banyak guru. Ilmu hitung, khat, Nahwu, Ushul fiqih merupakan bagian dari ilmu yang diperolehnya. Selain itu beliau juga mempelajari fiqih dan ushul dari bapaknya. Di usia belia ia telah mereguk limpahan ilmu utama dari manusia utama. Dan satu hal ia dikaruniai Allah Ta’ala kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-qur’an.
Tak hanya itu, iapun mengimbangi ketamakannya menuntut ilmu dengan kebersihan hatinya. Ia amat suka menghadiri majelis-majelis mudzakarah (dzikir). Pada usia tujuh belas tahun kepekaannya terhadap dunia ilmu mulai kentara. Dan umur 19, ia telah memberi fatwa.

Ibnu Taymiyyah amat menguasai rijalul Hadits (perawi hadits) dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Beliau memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah, ia memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu ‘ushul sambil mengomentari para filosof . Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari’ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikul Ibnul Warid bahwa karangan beliau mencapai lima ratus judul.
Dia menjadi sosok teladan dalam kezuhudan dan kebebasan dirinya dari keduniaan, dikenal sebagai orang yang mampu melepaskan diri dari rasa dengki dan tidak pernah membalas untuk kepentingan dirinya.
Ibnu Makhluf, seorang hakim madzhab Maliki berkata, “Kami tidak pernah mengenal orang semacam Ibnu Taimiyah. Kami pernah memberikan nasihat kepadanya, tapi kemudian kami tak mampu menandinginya. Dia lebih unggul daripada kami, namun dia tetap ramah kepada kami.”
Al-Washiti mengemukakan: “Demi Allah, syaikh kalian (Ibnu Taymiyyah) memiliki keagungan khuluqiyah, amaliyah, ilmiyah dan mampu menghadapi tantangan orang-orang yang menginjak-injak hak Allah dan kehormatanNya.”
Dalam perjalanan hidupnya, beliau juga terjun ke masyarakat menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar. Ia tak mengambil sikap uzlah melihat merajalelanya kema’syiyatan dan kemungkaran. Suatu saat, dalam perjalanannya ke Damaskus, disebuah warung yang biasa jadi tempat berkumpulnya para pandai besi, ia melihat orang bermain catur. Ia langsung mendatangi tempat itu untuk mengambil papan catur dan membalikkannya. Mereka yang tengah bermain catur hanya termangu dan diam.
Tak hanya itu, beliau juga seorang mujahid yang menjadikan jihad sebagai jalan hidupnya. Katanya: “Jihad kami dalam hal ini adalah seperti jihad Qazan, Jabaliah, Jahmiyah, Ittihadiyah dan lain-lain. Perang ini adalah sebagian nikmat besar yang dikaruniakan Allah Ta’ala pada kita dan manusia. Namun kebanyakan manusia tak banyak mengetahuinya.”
Tahun 700 H, Syam dikepung tentara tar-tar. Ia segera mendatangi walikota Syam guna memecahkan segala kemungkinan yang terjadi. Dengan mengemukakan ayat Alqur’an ia bangkitkan keberanian membela tanah air menghalau musuh. Kegigihannya itu membuat ia dipercaya untuk meminta bantuan sultan di Kairo. Dengan argumentasi yang matang dan tepat, ia mampu menggugah hati sultan. Ia kerahkan seluruh tentaranya menuju Syam sehingga akhirnya diperoleh kemenangan yang gemilang.
Pada Ramadhan 702 H, beliau terjun sendiri kemedan perang Syuquq yang menjadi pusat komando pasukan tar-tar. Bersama tentara Mesir, mereka semua maju bersama dibawah komando Sultan. Dengan semangat Allahu Akbar yang menggema mereka berhasil mengusir tentara tar-tar. Syuquq dapat dikuasai.
Muridnya yang juga tidak kalah tenar dengannya ialah Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Al-Hafidz Ibnu Katsir, Al-Imam Adz-Dzahaby dan lain-lainnya.
Syaikhul Islam mempelajari berbagai disiplin ilmu yang ada pada zamannya dengan pengkajian yang mendalam, kemudian rajin menulis dan juga membantah orang-orang yang tidak sependapat dengannya. Dia meninggalkan buah karangan hingga lima puluh buku.
Di antara karangannya ialah:
  • Al-Furqan baina Auliya’ Ar-Rahman wa Auliya’ Asy-Syaithan
  • Jawabu Ahlil-Ilmu wal-Iman
  • Al-Jawab Ash-Shahih
  • Dar’u Ta’arudhil-Aqli wan Naqli
  • Bayanu Talbisil-Jahmiyyah
  • Dan lain-lainnya.
Para ulama dan imam banyak yang angkat topi terhadap imam ini. Karena itulah mereka memberikan sebutan Syaikhul-Islam. Tidak ada yang mencelanya kecuali orang yang bodoh dan tidak mengetahui jati dirinya, karena siapa yang tidak mengetahui tentang sesuatu, tentu dia akan mengingkarinya.
Al-Allamah Baha’uddin Ibnu As-Subky pernah manulis buku. Dia mengatakan kepada seseorang yang berkomentar dengan nada miring tentang Ibnu Taimiyah,”Demi Allah wahai Fulan, tidak ada orang yang membenci Ibnu Taimiyah kecuali orang yang bodoh atau orang yang tidak menyadari apa yang dia ucapkan, sedangkan orang yang mengikuti kebenaran, meskipun dia sudah mengetahui kebenaran itu.”
Para ulama dan imam banyak yang angkat topi terhadap imam ini. Karena itulah mereka memberikan sebutan Syaikhul-Islam. Tidak ada yang mencelanya kecuali orang yang bodoh dan tidak mengetahui jati dirinya, karena siapa yang tidak mengetahui tentang sesuatu, tentu dia akan mengingkarinya.
Al-Allamah Baha’uddin Ibnu As-Subky pernah menulis buku. Dia mengatakan kepada seseorang yang berkomentar dengan nada miring tentang Ibnu Taimiyah,”Demi Allah wahai Fulan, tidak ada orang yang membenci Ibnu Taimiyah kecuali orang yang bodoh atau orang yang tidak menyadari apa yang dia ucapkan, sedangkan orang yang mengikuti kebenaran, meskipun dia sudah mengetahui kebenaran itu.”
Syaikhul Islam dijebloskan ke balik terali penjara terakhir kalinya pada bulan Sya’ban 726 H. Dan diasingkan di sebuah benteng. Syaikhul Islam mendekam di sana hingga Allah mewafatkannya pada tanggal 26 Dzul-Qa’idah 728 H.
Prosesi jenazahnya diikuti ribuan orang yang melimpah ruah hingga mencapai lima puluh ribu orang. Semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang luas, memberinya pahala yang baik sebagaimana yang diberikan kepada para da’i.
Title Post:
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Author: Unknown

Terimakasih sudah berkunjung di blog Kardian Success Line, Jika ada kritik dan saran silahkan tinggalkan komentar

0 komentar:

Post a Comment